OPINI: Data, Kepercayaan, dan Masa Depan Pemerintahan Kita

Oleh: Andi Makmur Burhanuddin
(Ketua Fraksi PKB DPRD Makassar)

WAJAHSULSEL.ID – Pemerintahan modern seharusnya tidak lagi bekerja dengan firasat. Ia harus bekerja dengan data. Tapi di banyak tempat, data masih diperlakukan seperti dokumen administratif—dikumpulkan untuk memenuhi laporan, bukan untuk memahami kenyataan.

Saya sering melihat bagaimana kebijakan dibuat seolah berdiri di udara. Angka-angka memang ada, tapi tidak pernah benar-benar berbicara. Padahal, di balik angka, ada manusia. Ada cerita tentang siapa yang miskin, siapa yang tertinggal, dan siapa yang tak pernah terhitung dalam perencanaan.

Itulah mengapa saya percaya bahwa masa depan pemerintahan kita bergantung pada data-driven governance—pemerintahan yang menjadikan data sebagai panduan berpikir, bukan sekadar pelengkap berkas. Tapi data tidak akan pernah hidup tanpa keterbukaan. Dan keterbukaan tidak akan berarti tanpa kepercayaan.

Open government bukan cuma tentang portal informasi atau laporan yang bisa diunduh. Ia tentang membangun hubungan baru antara warga dan pemerintah. Pemerintah yang tidak takut dikritik, dan warga yang tidak curiga pada setiap kebijakan. Keduanya saling percaya karena sama-sama tahu: informasi tidak disembunyikan.

Di Makassar, kita punya potensi besar untuk menuju ke sana. Banyak OPD mulai sadar pentingnya data. Tapi pekerjaan rumahnya masih panjang: bagaimana memastikan setiap data yang dikumpulkan bisa diakses, dibaca, dan dipakai untuk memperbaiki pelayanan. Bagaimana menjadikan data bukan milik lembaga, tapi milik publik.

Saya sering bilang di forum DPRD, teknologi bisa membeli kecepatan, tapi tidak bisa membeli kepercayaan. Dan kepercayaan itu hanya tumbuh dari transparansi. Karena itu, kalau bicara masa depan tata kelola pemerintahan, saya tidak bicara tentang big data atau artificial intelligence semata. Saya bicara tentang moralitas dalam mengelola pengetahuan.

Pemerintah yang baik adalah yang tidak hanya pandai mengolah data, tapi juga mau berbagi kebenaran.
Karena kebenaran, pada akhirnya, adalah bentuk tertinggi dari pelayanan publik.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *